Rabu, 26 Oktober 2016

Liputan Media Atas Jessica vs Mirna Lukai Hati Rakyat Papua


Filep Karma (Foto: Eben E.Siadari)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Seorang Tokoh Papua mengatakan cara dan intensnya pemberitaan media massa, terutama televisi, tentang kasus kopi bersianida yang menyebabkan terbunuhnya Wayan Mirna Salihin dan mendudukkan Jessica Kumala Wongso di kursi terdakwa, melukai hati rakyat Papua.

Bukan karena rakyat Papua tidak berempati pada hilangnya nyawa dalam kejadian tersebut, melainkan karena begitu gencarnya media meliput dan mengambil ruang perhatian publik, namun pada saat yang sama melupakan pemberitaan tentang berbagai pelanggaran HAM yang juga menghilangkan nyawa di Papua.

Hari ini sidang mengenai kasus pembunuhan itu akan memasuki pembacaan vonis oleh hakim, setelah selama berbulan-bulan tayangannya menghiasi layar televisi. Stasiun televisi menyiarkan langsung sidang tersebut, mewawancarai para saksi dan pengacara, sering kali pada segmen prime time, yang dianggap paling mahal dan paling disaksikan oleh pemirsa.

Di sisi lain, kasus terbunuhnya empat pelajar di Paniai oleh aparat keamanan, yang oleh para aktivis HAM disebut sebagai sebuah tragedi kemanusiaan di negara demokrasi, hingga saat ini tak pernah mendapat perhatian televisi. Kalaupun ada, hanya sejenak kemudian terlupakan.

Ungkapan kekecewaan ini disampaikan oleh tokoh Papua dan  mantan tahanan politik, Filep Karma, ketika berbicara di kantor Setara Institute, Jakarta, Rabu (26/10).

"Media massa hanya sebentar memberitakannya (kasus Paniai). Sementara kasus Mirna dan Jessica berbulan-bulan disiarkan terus. Tidak ada harga nyawa orang Papua di negara ini," kata Filep Karma, yang mendekam selama 11 tahun di penjara karena mengibarkan bendera Bintang Kejora, dan kemudian dibebaskan oleh Presiden Joko Widodo.

Filep Karma mengatakan hal itu ketika berbicara kepada para wartawan yang menanyakannya berbagai hal tentang kondisi di Papua.  Filep Karma menagih janji Presiden Joko Widodo, yang pernah mengatakan dalam enam bulan kasus Paniai akan selesai. Tetapi hingga saat ini kasus ini belum juga diungkap.

"Rakyat Papua sudah dari dulu selalu diberi janji. Kami hidup dari janji ke janji. Sudah hilang percaya juga. Dan media massa juga begitu. Kasus Paniai ini hanya muncul sejenak. Lalu hilang. Jadi kalau di bilang sudah hilang harapan, mungkin ya juga," kata Filep Karma, yang selalu menyelipkan bendera Bintang Kejora seukuran kartu nama di dadanya.

Kasus Paniai

Kasus Paniai, atau sering juga disebut Tragedi Paniai adalah peristiwa terbunuhnya empat pelajar di Paniai pada 7 Desember tahun lalu. Keempat korban meninggal itu adalah adalah Simon Degey, Apinus Gobay, Alfius Youw, dan Yulian Yeimo.

Sementara itu, korban yang sempat dirawat adalah Otinus Gobay, Oni Yeimo, Yulian Mote, Oktavianus Gobay, Noak Gobay, Bernadus Magay, Akulian Degey, Agusta Degey, Abernadus Bunay, Neles Gobay, Jerry Gobay, Marci Yogi, Oktaviana Gobay, Yulian Tobay, Andreas Dogopia, Yulita Edoway, dan Jerry Kayame.

Tragedi itu bermula dari kedatangan mobil Toyota Rush hitam bernomor polisi B2938CD sekitar pukul 20.30 WIT di Bukit Togokutu, Kampung Ipakiye, Distrik Paniai Timur, Kabupaten Paniai, Papua. Pada malam 7 Desember itu, anak-anak dan remaja Paniai tengah berada di pos Natal.

Oknum yang diduga anggota TNI tersebut melewati jalan tanpa menyalakan lampu. Kemudian para remaja itu memperingatkan untuk menyalakan lampu. Namun, oknum anggota yang sampai saat ini tidak terungkap pelakunya tersebut tidak terima karena diperingatkan para remaja untuk menyalakan lampu kendaraan. Kemudian mereka melakukan penganiayaan terhadap beberapa anak yang berada di pos tersebut.

Menurut pengakuan masyarakat setempat, sekitar tujuh orang anggota TNI dan tim khusus (timsus) Yonif 753 Pos Uwibutu turun dari mobil melepaskan tembakan tiga kali ke udara dan menyerbu sekitar 12 anak muda yang menjaga Pondok Natal.

Selanjutnya, pada 7 Desember malam, keluarga mengaku ingin bertemu pihak Polres untuk meminta penyelesaian tragedi tersebut. Keluarga juga ingin mengklarifikasi hal itu.

Namun rupanya masalah itu tidak kunjung selesai. Pihak Polres menjanjikan akan menyelesaikan pagi hari. Akan tetapi sampai pukul 07.00 WITA tidak ada kelanjutan dari pihak Polres untuk mempertemukan pelaku dan korban.

Kemudian masyarakat melakukan protes dengan melakukan pemalangan jalan. Protes itu dianggap sebagai bentuk suara rakyat menanggapi arogansi aparat yang berlebihan. Tiba-tiba datang satu mobil yang menurut dugaan mereka adalah mobil yang semalam melintas, yang datang dan melakukan penganiayaan. Mereka menghentikan mobil dan menyuruh orang dalam mobil itu keluar.

Ternyata mobil tersebut berisikan anggota TNI, dalam hal ini anggota Batalyon 753. Mobil aparat tersebut dirusak oleh anak-anak ini. Setelah kejadian ini, anak-anak berlari ke sebuah lapangan dekat Markas Koramil, kantor distrik, dan Polsek. Mereka menari-menari di lapangan itu, menari tarian adat.

Tidak lama kemudian, ada suara tembakan dari Koramil. Karena merasa ditantang, anak-anak ini maju ke arah Polsek. Namun ternyata sudah banyak aparat yang disiagakan. Anak-anak ini kemudian berlari. Sayangnya, persis di tengah lapangan itu anak-anak ini terkepung. Mencoba melarikan diri dan menghindar, anak-anak ini malah ditembak oleh aparat.

Keluarga Menolak Otopsi

Salah seorang aktivis HAM yang ikut dalam Tim Terpadu Penyelesaian Pelanggaran HAM di Papua yang dibentuk oleh Kemenkopolhukam, Matius Murib, mengatakan, dari 13 kasus pelanggaran HAM di Papua yang sudah ditetapkan oleh Tim, kasus Paniai dinyatakan satu dari tiga kasus yang sudah selesai dengan bukti-bukti yang sudah lengkap. Kasus ini siap untuk dibawa ke pengadilan.

Meskipun demikian, kata Matius Murib, pihak keluarga menolak untuk diadakan autopsi sehingga membuat penyelesaiannya masih tertunda.

Di lain pihak, keluarga korban Paniai dalam sebuah pernyataan yang diterima oleh satuharapan.com, mengatakan mereka menolak semua tim investigasi bentukan pemerintah karena mereka tidak mempercayainya lagi. Mereka mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo agar mengizinkan Pelapor Khusus PBB untuk menyelidiki kasus ini.

"Jika demikian halnya, akan bertambah sulit. Tetapi Kemenkopolhukam tampaknya akan terus melakukan pendekatan terhadap keluarga. Bupati Paniai sekarang kan ketua Partai Hanura di Paniai," kata Matius Murib kepada satuharapan.com ketika ditemui di Jakarta, Rabu (26/10). Menkopolhukam Saat ini, Wiranto, adalah mantan Ketua Umum Partai Hanura.

Brutalitas Aparat masih Terjadi

Matius Murib mengakui tingkat kepercayaan rakyat Papua masih rendah terhadap Jakarta, terutama karena brutalitas aparat masih terjadi. Ia mencontohkan maklumat Kapolda Papua yang melarang Komite Nasional Papua Barat (KNPB) untuk melakukan aksi. Padahal, aksi-aksi mereka tidak dilakukan dengan kekerasan.
"Jadi walaupun Pak Jokowi berkunjung 1000 kali ke Papua, jika brutalitas aparat masih terjadi, tidak akan tercapai kepercayaan," kata dia.

Ia juga mengangkat contoh janji Presiden Jokowi di Lapangan Mandala yang mengatakan kasus Paniai akan diselesaikan dalam enam bulan. Itu pun tidak terlihat sampai saat ini.

"Sehingga apa pun omongan Pak Jokowi agak sulit untuk dipercaya karena tidak ditindak lanjuti bawahannya," kata Matius Murib.

Dalam kasus terbunuhnya pemimpin adat Papua, Theys Hiyo Eluay pada tahun 2001, Matius Murib mengatakan para oknum TNI terdakwa yang terlibat pembunuhan itu justru dipromosikan, dan bahkan ada yang kini sudah menjabat sebagai Kabais TNI.

Menurut Matius Murib, pemimpin adat Papua yang kritis menyuarakan ketidak adilan di Papua, telah dipandang sebagai musuh negara. Sehingga yang membunuhnya justru diberi apresiasi.

"Jadi ke depan ini masih sulit melihat keadilan HAM di Papua," kata dia.

Namun, ia juga menggaris bawahi ada kemajuan yang sudah dicapai dan patut diapresiasi. Menurut dia, dibentuknya Tim Terpadu Penyelesaian Pelanggaran HAM di Papua oleh Kemenkopolhukam,  adalah sebuah langkah maju. Hal ini baru ada di bawah pemerintahan Jokowi dan belum pernah ada sebelumnya. Selain itu, adanya pengakuan 13 pelanggaran HAM di Papua yang sudah ditetapkan oleh Tim, menurut dia, merupakan bukti adanya niat baik pemerintah.

Editor : Eben E. Siadari

Putin Dinilai Berbahaya, NATO Kumpulkan Pasukan Cegah Rusia Serang dari Timur

Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Rabu (26/10/2016), berencana mendesak para sekutunya guna membangun kekuatan militer terbesarnya pascaperang dingin di perbatasan Rusia.
Pasukan AS sedang bergerak untuk mengikuti latihan bersama NATO di Polandia, Eropa Timur, bersandi Anakonda-16, selama 10 hari sejak Senin (6/6/2016). Latihan dilakukan secara bergilir di empat negara, yakni Polandia, Lithuania, Latvia, dan Estonia.
RUSSELS, KOMPAS.com, Hal tersebut, seperti dilaporkan Reuters pada Rabu ini, dilakukan untuk bersiap menghadapi perselisihan yang berlarut-larut dengan Rusia.

Rusia di bawah kepemimpinan Presiden Vladimir Putin dinilai sebagai ancaman yang berbahaya bagi Barat.
Kapal induk Rusia telah berlayar menuju Suriah sebagai upaya memamerkan kekuatan di sepanjang pantai Eropa.

Di saat itu pula para menteri pertahanan NATO bermaksud menunjukkan kesan baik dalam perjanjian pada Juli lalu, yang dibuat oleh pimpinan aliansi untuk mengirim pasukan ke kawasan Baltik dan Polandia Timur pada awal 2017.

AS mengharapkan perjanjian yang mengikat dari Eropa untuk menyediakan empat gugus tempur berkekuatan sekitar 4.000 tentara.

Hal itu sebagai bagian dari respon NATO terhadap aneksasi Rusia terhadap wilayah Crimea pada tahun 2014 dan menganggap taktik serupa akan dilancarkan Rusia pada negara-negara Eropa bekas Uni Soviet.

Empat gugus 

Perancis, Denmark, Italia, dan sekutu lainnya diharapkan bergabung ke dalam empat gugus tersebut.
Nantinya mereka akan dipimpin AS, Jerman, Inggris dan Kanada menuju Polandia, Lithuania, Estonia dan Latvia, bersama pasukan yang terdiri dari pasukan infantri mekanis hingga pesawat tanpa awak.

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan, perjanjian tersebut akan menjadi sebuah kejelasan bagi demonstrasi ikatan trans-Atlantik.

Para diplomat juga menilai hal tersebut akan memberikan pesan kepada kandidat presiden dari Partai Republik, Donald Trump, yang telah mengeluhkan sekutu Eropa yang tidak menjalankan perannya dalam persekutan tersebut.

Gugus tempur tersebut akan didukung 40.000 anggota pasukan reaksi cepat NATO.

Jika dibutuhkan, mereka akan ditambah pasukan untuk menghadapi potensi konflik lainnya, yang bisa dimobilisasi ke kawasan Baltik dan Polandia secara bergiliran.

Strategi ini merupakan bagian dari pengembangan daya gentar baru yang dapat dikombinasikan dengan pertahanan peluru kendali, patroli udara, dan pertahanan lainnya melawan serangan siber.

Meskipun demikian, NATO masih berjuang untuk menyusun strategi serupa di wilayah Laut Hitam, dimana Presiden Turki Tayyip Erdogan telah menyatakan wilayah itu sebagai "Danau Rusia" karena militer Moskwa telah menduduki wilayah tersebut.

Romania, Bulgaria, dan Turki diharapkan segera bergabung untuk meningkatkan patroli laut dan udara di wilayah tersebut, sebagai brigade NATO antarnegara di Rumania.

Untuk cegah konflik

Bagi Moskwa, rencana aliansi yang dipimpin AS, sering dikeluhkan oleh Rusia dalam langkah ekspansi NATO ke wilayah timur.

Stoltenber membantah jika mereka melewati batas.

"Apa yang kita lakukan merupakan tindakan pencegahan yang kredible, bukan untuk menyulut konflik tapi mencegah konflik," katanyanya kepada wartawan, Selasa (25/10/2016).
 
Presiden Rusia, Vladimir Putin, sedang bersiap membentuk 'tentara super' untuk menandingi NATO
Penempatan pasukan di tahun depan merupakan simbolisme besar sejak Rusia menarik diri dari berbagai kesepakatan pelucutan senjata nuklir dalam dua bulan terakhir ini saat memasang rudal balistik di Kaliningrad.

Rudal jelajah bernama Iskander-M itu dapat mencapai target menyeberangi Polandia dan wilayah Baltic, walaupun NATO secara resmi menolak mengatakan jika Rusia sudah memindahkan rudalnya ke Kaliningrad.

"Penempatan pasukan ini, jika dilakukan secara permanen, jika keberadaan senjata nuklir terbukti, akan mengubah sikap pertahanan di Rusia," ujar utusan AS untuk NATO, Douglas Lute.

Ketegangan telah muncul sejak Crimea dan negara-negara Barat memutuskan untuk menjatuhkan sanksi balasan.

Namun, rincian dari genjatan senjata AS -Rusia di Suriah pada 3 Oktober, yang diikuti dengan tuduhan AS bahwa Rusia menggunakan serangan siber untuk mengganggu proses Pilpres AS, menjadi isyarat pertikaian tajam yang makin memburuk antara negara Barat dan Timur.

Pimpinan Uni Eropa bertemu pekan lalu untuk mempertimbangkan sanksi baru atas pengeboman Rusia di wilayah sipil Aleppo.

Stoltenberg berkata bahwa dirinya khawatir jika kapal perang Rusia yang menuju Laut Mediterania berpotensi meluncurkan serangan baru terhadap kota-kota di Suriah.

Bahkan sebelum gagalnya genjatan senjata di Suriah, Presiden Rusia Vladimir Putin menangguhkan perjanjiannya dengan Washington tentang pembersihan senjata berbahan Plutonium.

Hal itu  menunjukkan keinginan Putin untuk menggunakan kesepakatan pelucutan senjata nuklir sebagai alat tawar menawar baru dengan AS mengenai Ukraina dan Suriah.










Editor: Pascal S Bin Saju
Sumber: ant/reuters/ap,

KENANGAN MISIONARIS OSA DI WILAYAH MAYBRAT & SEJARAH MASUK NYA INJIL DI KAB.MAYBRAT KAMPUNG AYAWASI

Foto: (Generasi Muda Harapan Gereja)
KENANGAN MISIONARIS OSA DI WILAYAH MAYBRAT & SEJARAH MASUK NYA INJIL DI KAB.MAYBRAT KAMPUNG AYAWASI.

Menurut buku petunjuk Gereja tahun 2001 paroki st.yoseph Ayawasi (selanjutnya disebut paroki ) mulai berdiri tahun 1956 dengan jumlah umat 5. 009.Sebelum berdiri sendiri, paroki ini bergabung paroki st.Agustinus Manokwari.

Namun sejarah paroki sebenarnya sudah di mulai sejak tanggal 4 April 1953 ketika untuk pertama kalinya pater Jorna, OFM mempermandikan 56 0rang Tabamsare (Daerah karon) dengan wali Baptisnya Guru Jamblean (asal Maluku Tenggara ). 

Di Tabamsarelah mulai cikal bakal berkembang nya warta Gembira di Ayawasi mulai dari pegunungan Tambrauw merabah sampai ke wilayah maybrat Mare,Aifat dan Aifat Timur ). Selama lima tahun pertama ( tahun 1953 - 1957) wilayah ini di layani oleh para pastor dari ordo santo fransiskan (OFM ).

Misionaris OSA yang untuk pertama kalinya masuk ke wilayah paroki ini pater Kees Van Beurden OSA. Pater Beurden untuk pertama kali nya mempermandikan umat di wilayah ini pada tanggal 24 Desember 1957.

 Dan untuk selanjutnya pewartaan injil di wilayah ini dilimpahkan kepada para pastor dari Ordo Santo Agustinus (OSA ) 

 Oleh : Mario M Yumte

Masyarakat Paniai Tutup Kantor Bupati Dan DPRD Hingga Bupati Hadir

Solidaritas Masyarakat Paniai Meletakan Simbol tiga Peti Jenazah didepan halaman Kantor DPRD Kabupaten Paniai, 26/10/2016, (Foto: Hendrikus Y/KM)
Paniai, (KM)--- Solidaritas masyarakat paniai yang peduli dengan kemanusian kembali gelar aksi damai dikantor Dewan Perwakilan Daerah  (DPRD) Paniai, untuk menuntut pihak pelaku pembunuhan Misterius 23 orang yang sudah korban segera ungkap pelakunya. sehingga Kantor Bupati dan DPRD Paniai di Tutup  sampai Bupati Hadir.

Aksi  damai tersebut, mulai sekitar 11 29, Wit masa aksi membawah spanduk dengan tulisan" Selamatkan yang tersisa dan menuntut keadilan secara hukum internasional, tertulis dalam spanduk. dan masa membawa tiga peti jenasa sebagai simbol pembunuhan misterius yang terjadi di paniai, rabu (26/10/201). di depan halaman kantor DPRD Kabupaten Paniai.

Kordinator lapangan (korlap),  Anton Gobai,  dalam orasinya, mengatakan kami kembali aksi damai di Kantor DPRD disini atas tidak hadirnya semua pimpinan pejabat Bupati Paniai Hengki Kayame dan Ketua DPRD dan Pejabat lainnya belum ada di Paniai.

(Baca Ini: Ratusan Masyarakat Paniai Demo Kemanusian, Pajabat Paniai  Tidak Ada)

Kata Anton,  kemarin tanggal 24 hari senin (24/10/2016) kami melakukan demo damai tapi pejabat paniai  satu pun tidak ada maka sekarang kami menuntut untuk segera hadir Bupati, Ketua DPRD, Kapores, dan Dandim, mereka harus hadir untuk menyelesaikan kasus pembunuhan Misterius yang sudah di korbankan puluhan orang tersebut.
“Jadi kami minta pejabat paniai segera menerima aspirasi kami, kami juga minta pelaku kejahatan pembunuhan terhadap anak-anak mudah yang harus di ungkap siapa pelaku sebenarnya.” tegas anton dalam orasinya.

Habel Nawipa, sebagai penanggung jawab aksi, dia menegaskan dalam orasinya mengapa Negara Indonesia memiliki Negara Hukum dan UUD tapi tidak pernah mengaku pelaku pembunuhan dan tidak bertanggung jawab terhadap korban berjatuhan secara misteri ini, seharusnya negara mengatur rakyatnya sendiri.

"Pada hal yang korban adalah anak bangsa begitu biarkan korban  seperti anak ayam, mati di lumbung padi. Indonesia tidak mampu atasi  masalah kemanusian, berarti Negara biarkan orang papua mati kaya binatan diatas tanahnya sendiri,"beber Habel dalam orasinya.

 (Baca ini: Paniai :  Misteri 3 Orang Bersaudara  Mati Ditempat dan 1 Masih Kritis)

“Menurut dia,  jika Indonesia tidak mampu mengatasi persoalan pelanggaran ham  di Paniai dari akarnya maka bebaskan kami  untuk  Papua lepas  dari  Indonesia, dan  segera kembalikan penentuan nasipnya kepada rakyat papua,”tegasnya.

Lanjut Nawipa, saya perintakan masa aksinya segera di tutup Kantor Bupati dan kantor DPRD. sampai Bupati,  DPR, Kapores Paniai dan Dandim semua hadir, lalu kami akan buka. Kami juga akan lanjutkan aksi lagi  minggu depan tempat  di kantor  di DPRD Madii.

“Masa aksi juga tutup  mati  kantor bupati dan kantor DPRD Paniai, masa aksi juga menuntut aktivitas  kedua kantor ini, jangan digunakan, sampai bupati dan ketua DPRD hadir baru buka kembali,”pungkasnya

Kesempatan itu juga perwakilan anggota koramil Komopa, Yusak Kadepa, juga meminta kepada pimpinan bupati paniai DPRD, Kapolres, dan Dandim, segera hadir untuk mengikapi persoalan ini dengan serius.

(Baca ini: Kronologis Versi Keluarga, 4 Bersaudara 3 Minggal Dunia 1 Masih Kritis di Paniai)

“Kami bicara  karena  pentinnya kemanusian, bukan penting Economi Sosial dan Pembangunan, justru semua pimpinan harap segera hadir, kami selesai masalah pembunuhan ini bisa jalankan semua pembagunan dan perkerjaan lain, maka sebelum hadir semua pimpinan, kami tutup kantor DPRD dan Kantor Bupati.


Pewarta: Hendrikus Tobai
Editor : Andy O

Manokwari 3 korban Penembakan, 1 Tewas Aktivis Papua, Bermula dari Anak Fakfak Yang Ditikam

Ilustrasi
WPNA NEWS: Berdasarkan info yang kami terima dari pimpinan WPNA di Manokwari, Markus Yenu (Gubernur Executive).

Pada  26/10/2016 jam 21:45 WPB bertempat di sekitar Sanggeng Manokwari terjadi penikaman terhadap anak Papua bernama "Vigal Pauspaus" asal Fakfak hingga isi perut keluar. Penikaman ini dilakukan oleh seorang warga non Papua asal Makasar.

Hal ini bermula ketika Vigal makan disebuah warung makan disekitar kantor Golkar sanggeng Manokwari namun setelah makan Vigal belum bisa bayar makan tersebut karena uangnya kurang sehingga dia menelpon orang tuanya untuk datang bayar.

 
Menurut Abdul Pauspaus bahwa anaknya Figal Pauspaus sekitar jam 22.00 WPB malam setelah selesai makan nasi kuning di salah satu warung di jalan yosudarso tepatnya di depan dealer honda namun ia tidak sempat membayar karena tidak memiliki uang sehingga ia menelpon bapaknya dan datang untuk bayar setelah ayahnya tiba dan ia menyampaikan bahwa kalian bersabar karena saya juga muslim dan saya balik kerumah untuk ambil uang tuk bayar dan setelah dula kembali namun sudah Terjadi penikaman terhadap anaknya.


Mendengar hal tersebut masyarakat Papua di Sanggeng langsung melakukan perlawanan dengan memalang jalan-jalan.

Aksi pemalangan oleh masyarakat ini berujung bentrok dengan aparat kepolisian RI di Manokwari ketika aparat kepolisi berusaha untuk membuka palang namun terjadi tarik menarik palang akhirnya aparat kepolisian mengeluarkan tembakan rentetan yang mengakibatkan tewasnya salah satu masyarakat yang juga anggota pengurus WPNA wilayah Manokwari "Onesimus Rimayom" dan beberapa masyarakat sipil lainnya yang luka parah dan kini sedang dirawat di RS Angkat Laut fasharkan manokwari.


Korban meninggal atas nama Onesimus Rumayom umur sekitar ± 40 tahun korban adalah aktivis HAM dari WPNA / ULMWP Menurut kesaksian anaknya bahwa ayahnya sedang mau keluar dari rumah untuk membeli makan malam di warung namun selang 5 menit ayahnya di tembak aparat kepolisian yang melakukan penyusunan di jalan Yosudarso dan jalan sepatu sanggeng (sumber: Edison Baransano
).

Jenasah berada di rumah sakit AL Manokwari dan korban penembakan atas nama erik inggabouw umur 18 thn ditembak di leher dan Tinus urbinas 38 tahun di tembak di tangan.
Laporan lain yang disampaikan bahwa, situasi Manokwari sangat tegang dan aparat kepolisian berjaga jaga di beberapa tempat disepanjang jalan.


Sumber: WPNANews

Tim Penyelesaian HAM Papua vs keinginan korban


“Saya memahami hambatan budaya dalam melakukan autopsi, saya berharap KOMNAS HAM juga tidak memperpanjang persoalan ini. Kuncinya ada di surat jawaban TNI/Polri terkait hasil uji balistik penyelidikan awal mereka,” ujar Natalius kepada Jubi beberapa waktu lalu.

Jayapura, Jubi – Tim penyelesaian HAM Papua dikabarkan mendapat perpanjangan masa tugas hingga satu tahun ke depan (2017). Sekalipun sejak awal dihadang penolakan dari pihak korban sendiri, Matius Murib, salah seorang anggota tim tetap tidak gentar.

Matius Murib, aktivis HAM Papua, mengaku sudah mendapatkan SK baru perpanjangan tugas Tim Penyelesaian HAM Papua, Senin (24/10/2016).

“Surat Keputusan sudah diperbarui. Tim akan dilanjutkan sampai Oktober 2017. SK baru itu disampaikan sekitar dua hari lalu,” kata Matius Murib, aktivis HAM Papua yang menjadi anggota tim.


Menurut Murib, masa kerja tim, yang dibentuk oleh mantan Menkopolhukan Luhut. B Panjaitan tersebut, diperpanjang karena kerja mereka belum rampung, dan belum ada hasil kongkrit. Dia juga mengatakan anggota tim akan dievaluasi dan akan ada penggantian anggota.


Sementara itu, keluarga korban, saksi, saksi korban, aktivis HAM dan beberapa pimpinan gereja Kabupaten Paniai, menyatakan penolakan mereka atas investigasi baru yang akan dilakukan oleh bebeberapa pihak terhadap kasus Paniai. Menurut surat yang diterima redaksi beberapa waktu lalu, pihak korban bahkan menolak  Tim Adhoc kasus Paniai bentukan KOMNAS HAM untukmelakukan penyelidikan lanjutan, sambil dengan tegas juga menolak berbagai tim bentukan lainnya oleh pemerintah RI.


“Untuk mengungkapkan kebenaran kasus Paniai, kami meminta kepada Pemerintah Republik Indonesia dapat mengijinkan Pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) masuk ke Papua, lebih khususnya di Paniai,” ujar pernyataan yang ditandatangani oleh Yulian Yeimo, Simeon Degei, Pius Youw, Okto A. Gobay mewakili keluarga korban; Yermias Kayame mewakili saksi korban; Naftali N. Gobai, mewakili saksi; Pdt Agus Mote. Sth dan Pdt. Nikolaus Degei. Sth atas nama aktivis HAM Paniai; Pdt. Gerard Gobai .Sth dan Pastor Marthen Kuayo. Pr mewakili pimpinan gereja di Paniai.


Di dalam penolakannya mereka juga meminta kepada TNI/Polri untuk mengungkapkan hasil penyelidikan awal kasus Paniai, dan mengumumkan siapa pelakunya.

Sebelumnya Komisioner KOMNAS HAM, Natalius Pigai, memahami sikap korban yang menolak proses investigasi lanjutan, termasuk penolakan autopsi yang disebut-sebut menjadi penghalang bagi KOMNAS HAM untuk melakukan penyelidikan lanjutan.

“Saya memahami hambatan budaya dalam melakukan autopsi, saya berharap KOMNAS HAM juga tidak memperpanjang persoalan ini. Kuncinya ada di surat jawaban TNI/Polri terkait hasil uji balistik penyelidikan awal mereka,” ujar Natalius kepada Jubi beberapa waktu lalu.


KOMNAS HAM mengaku proses penyelidikan terhadap kasus-kasus HAM masa lalu Papua saat ini ada titik terang, karena Kejaksaan Agung yang lebih kooperatif dibanding sebelumnya.


“Kami mendukung penyidikan lanjutan yang mestinya dilakukan Kejagung. Karena mereka punya hak memaksa, yang tak ada pada KOMNAS HAM. Pengumpulan bukti-bukti baru harus menjadi syarat sebelum dibawa ke pengadilan HAM berat,” kata Natalius Pigai yang sangat pesimis tanpa penyidikan lanjutan oleh Kejagung kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu Papua bisa diadili dengan memenuhi rasa keadilan korban.


Terkait permintaan korban terhadap intervensi badan-badan internasional pada kasus-kasus pelanggaran HAM Papua, Natalius mengaku tidak khawatir dan berbesar hari.


“Kami akan tetap melakukan sesuai jalur KOMNAS HAM, adapun intervensi pihak-pihak di internasional yang peduli penegakan HAM Papua itu tidak bisa dihindari, karena beginilah yang disebut era milenium HAM itu,” ujar dia.


Namun menurut KOMNAS HAM semua proses itu ada di bawah koordinasi tim penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu (di seluruh Indonesia). KOMNAS HAM tidak menyebut adanya peran khusus dari tim penyelesaian HAM Papua di dalam proses itu.(*)

JESSICA BERKUNJUJNG KE VIHARA SEBELUM DIVONIS


Keadaan kesehatan terdakwa masalah kematian Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, di pastikan dalam kondisi baik, Rabu (26/10/2016). Jessica sekarang ini ada di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur, serta semakin banyak berdoa mendekati sidang vonis pada Kamis (27/10/2016).

 " Dengan cara fisik keadaannya dia dalam kondisi sehat, " kata Kepala Rutan Pondok Bambu Ika Yuisanti, pada Kompas. com, waktu dihubungi Rabu (26/10/2016) malam.

Ika tidak bisa melukiskan ekspresi Jessica mendekati sidang vonis besok. Dia cuma menyampaikan Jessica semakin banyak menggunakan saat di rutan dengan berdoa.

Pada Selasa (24/10/2016), lanjut Ika, pengacara serta keluarga datang ke rutan untuk mengajak Jessica berdoa berbarengan.

 " Tempo hari pengacara serta keluarganya besuk, minta izin dengan saya untuk berdoa di vihara, " tutur Ika.

Hingga malam ini, Ika belum tahu saat penjemputan Jessica oleh Kejaksaan untuk menghadiri sidang vonis masalah kematian Mirna.

 " Saya belum tahu, bergantung jaksa. Kami juga belum terima pemberitahuan, " ucap Ika.

Ika memberikan, Jessica tempati Blok D tahanan di Rutan Pondok Bambu. Dalam tahanannya, Jessica diletakkan berbarengan 15 tahanan lain.

 " Idealnya delapan (tahanan) namun sekarang ini dihuni 15 orang, " tutur Ika.

Majelis hakim bakal menjatuhkan vonis dalam masalah kematian Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongsopada Kamis (27/10/2016) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Diprediksikan, agenda sidang itu bakal menyedot perhatian umum. Oleh karenanya, pihak kepolisian bakal menyiagakan beberapa ratus personel untuk lakukan pengamanan.

 " Kami siagakan 393 personel kepolisian. Personel itu terbagi dalam 200 personel Sabhara, 80 personel Brimob, 78 personel intel serta dari Polsek Kemayoran, " tutur Kasubbag Humas Polres Metro Jakarta Pusat Kompol Suyatno waktu dihubungi, Rabu (26/10/2016).

Mirna wafat sesudah meminum es kopi vietnam yang dipesan Jessica di Kafe Olivier pada 6 Januari 2016. Hasil kontrol dari Puslabfor Polri tunjukkan kalau Mirna wafat lantaran keracunan sianida.


Jessica jadi terdakwa dalam masalah ini. Dia dituntut 20 th. hukuman penjara oleh jaksa penuntut umum.